Rabu, 18 Juni 2014
Perkembangan Kognitif Peserta Didik
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,karena dengan
segala limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
shalawatpun penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan sahabat sahabatnya. Penulis juga menyampaikan
rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
Ibu Asma’ul Husna, karena atas bimbingannya
penulis mampu menghadirkan sebuah makalah yang di harapkan mampu memberi
hasanah pengetahuan.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Asma’ul Husna, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik.
2. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat dan arahan kepada kami
sehingga terwujudnya makalah ini.
3. Seseorang yang selalu ada di hati kami, terima kasih atas kesetiaanmu serta
nasihat dan motivasi yang telah diberikan.
4. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut
membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan hasanah pengetahuan khususnya
bagi para pembaca mengenai pandangan alam tentang kejadian alam semesta.mudah
mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, tholabul “ilmi amin.
Semarang, 03 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
COVER .........................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
1.3 Tujuan ............................................................................................................
1.4 Manfaat .........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perkembangan Kognitif ..............................................................
2.2
Proses Perkembangan Kognitif .....................................................................
2.3
Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik ....................................
2.4
Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik ...........................................
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
BAB I
1.1
Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah
lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat
diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita
ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan
proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga
kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan
pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat
mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena
perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun,
sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan
kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi
peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik
pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang perkembangan kognitif peserta didik, dapat kita
ambil masalah-masalah yang mendasar terhadap perkembangan kognitif, antara
lain:
1.2.1 Apa pengertian perkembangan kognitif?
1.2.2 Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
1.2.3 Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
dan tahap-tahapnya?
1.2.4 Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah perkembangan kognitif peserta didik, tujuan makalah
ini adalah sebagai berikut:
Ø Mengetahui pengertian perkembangan kognitif peserta didik.
Ø Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
Ø Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan
tahap-tahapnya.
Ø Mengetahui masalah seputar karakteristik
perkembangan kognitif peserta didik dan solusinya.
1.3
Manfaat
Bagi penulis makalah ini memberikan
manfaat yang sangat besar, karena dengan adanya penyusunan makalah mengenai
perkembangan kognitif peserta didik, dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai perkembangan kognitif. Bagi pembaca khususnya para peserta didik,
makalah ini dapat memberikan wawasan mengenai perkembangan kognitif dan
tahaprt. Dengan adanya makalah ini peserta didik dapat berpartisipasi dalam
meningkatkan kemampuan kognitif yang dimilikinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perkembangan Kognitif
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan
kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana,
pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami
sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini
akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas,
sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya
dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah
satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari
dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif
seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan
secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut,
tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara
aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda
dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu
konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak.
Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau
dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas
itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat
dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli
psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau
semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan
lingkungannya.
2.2 Proses Perkembangan
Kognitif
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative
proses perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar
psikologi pemprosesan informasi.
1.
Teori
Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi
sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai
dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif, yaitu tahap sensorik-motorik (dari lahir sampai
2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap
konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal
(usia 11 tahun ke atas),
a.
Tahap
Sensorik-Motorik (usia 0-2 tahun)
Dikatakan bahwa bayi
bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b.
Tahap
Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata
dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.
c.
Tahap
Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda. Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih
mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu
tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan
dengan suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka
ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
d.
Tahap
Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis,
dan lebih idealistik.
2.3
Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3,
yaitu:
1.
Masa kanak-kanak awal
a)
Pengertian
perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2
sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk
terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran
logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan
pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul
pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori ( Hurlock, 1978) anak usia
3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka,
yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak
yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu
yang sedang berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia
4-6 tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
b)
Kemampuan
yang mampu dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional.
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase
praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi
simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara
intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif
anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu
suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu
aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah
dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk
membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir
anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.
Fase pra-operasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan
yaitu:
1.
Berpikir
Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan
peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik
(nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun.
Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek
yang secara fisik tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat
rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle,
dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara
sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya
tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan
sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan
objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat
membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan yang
sebenarnya.
Contoh: Citra bertanya kepada ibunya
tentang gajah yang mereka lihat dalam perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan
yang lalu.
2.
Berpikir
Egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar
atau tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri.
Oleh sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang
orang lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada
tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun.
Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami
perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa orang lain
berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
Contoh: Clara menyadari bahwa dia
harus mebalik buku agar ayahnya dapat melihat gambar yang dia minta untuk
diterangkan. Dia malah memegang buku di depan wajahnya sehingga hanya dia
sendiri yang dapat malihat buku tersebut.
3.
Berpikir
lntuitif
Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan
sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui
dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi
pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannva
mengerti dan mengetahui sesuatu. Contoh: Ani menyusun balok meniadi
rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya Ani tidak mengetahui alasan-alasan
yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak
belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada
dibalik suatu kejadian.
Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah:
a.
Memahami
identitas
Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter
alamiah sesuatu.
Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut
tetapi orang itu tetap gurunya yang berada di dalam kostum.
b.
Memahami
sebab akibat
Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat.
Contoh: Anas melihat bola
menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang tembok untuk mencari
siapa yang menendang bola tersebut.
c.
Mampu
mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori
yang memiliki makna.
Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek.
d.
Memahami
angka
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.
Contoh: Rosa membagi permen kepada
teman-temannya dan menghitung permen yang dia punya untuk memastikan setiap
orang mendapatkan permen yang sama.
e.
Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
Contoh: Budi mencoba untuk
menenangkan temannya yang sedang kecewa dan menangis.
f.
Teori
pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi
pikirannya.
Contoh: Putri ingin menyimpan
beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri, karena itu ia menyimpan coklat
dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia mengetahui bahwa coklatnya akan aman
didalam kotak tersebut karena sang adik tidak akan mencarinya ke tempat yang
biasanya tidak terdapat coklat.
Batasan pemikiran pra-operasional (merujuk
kepada piaget), yaitu:
· Sentrasi: ketidakmampuan untuk decenter
Diskripsi: Anak fokus kepada satu aspek dari situasi dan
mengabaikan yang lain.
Contoh: Temon menggoda adik
perempuannya bahwa ia memiliki juice yang lebih kerena juice-nya dituangkan ke
dalam gelas yang panjang dan ramping sedangkan milik adiknya dituangkan dalam
gelas yang pendek dan melebar.
· Irreversibility
Diskripsi: Anak gagal
memahami bahwa beberapa operasi atau tindakan dapat dibalik,
dikembalikan ke situasi semula.
Contoh: Timon tidak menyadari bahwa
juice dalam tiap gelas dapat dikembalikan ke dalam kotak juice yang merupakan
tempat semula juice tersebut, dan berlawanan dengan klaim miliknya lebih banyak
dibandingkan milik sang adik.
· Fokus kepada situasi, bukan kepada transformasi
Diskripsi: Anak gagal memahami nilai penting transformasi antar
pernyataan
Contoh: Dalam tugas percakapan,
Timon tidak memahami bahwa tranformasi
bentuk cairan (dituangkan dari satu tempat ke tempat yang lain) tidak mengubah
jumlah.
· Penalaran transduktif
Diskripsi: Anak tidak menggunakan penalaran deduktif atau induktif,
mereka malah melompat dari satu penalaran ke yang lain dan mencari sebab ketika
tidak menemukannya.
Contoh: Sarah memarahi adiknya,
kemudian adiknya jatuh sakit, sarah menyimpulkan bahwa yang menyebabkan adiknya
sakit adalah dia.
· Animisme
Diskripsi: Anak mengatributkan kehidupan kepada objek yang tidak
hidup.
Contoh: Amanda mengatakan bahwa
musim semi mencoba untuk datang dan musim gugur berkata, “saya tidak mau pergi!
Saya tidak mau pergi!”.
· Ketidakmampuan membedakan penampakan dengan kenyataan
Diskripsi: Anak merasa bingung dengan apa yang sebenarnya
penampilan.
Contoh: Budi merasa bingung dengan
spon yang dibuat berbentuk batu. Dia menyatakan bahwa benda tersebut berbentuk
seperti batu dan benar-benar batu.
v Tahap perkembangan bahasa berbicara pada masa kanak-kanak awal
Perkembangan
bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun)
dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1.
Fase
satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran
yang kornpleks, baik yang bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa
pcrbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau
duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orang
tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut,
apabila kiia tahu dalam konteks apa kata tersrbut diucapkan, sambil mcngamati
mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama
yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah
disusul dengan kata kerja.
2.
Fase
lebih dari satu kata
Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase
ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata.
Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat,
kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar.
Setelah dua kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata
dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi
egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi dengan
orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak
secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya
sendiri yang sederhana.
3.
Fase
ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang bcrlangsung antara usia dua
setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan
berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang
mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan
jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu
mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu
mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih
lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab,
memerintah, memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu
pembicaraan “gaya” dewasa.
v Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awal
Model pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam
mengingat yaitu:
1.
Encoding:
proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka panjang dan
pemanggilan kembali di kemudian hari.
2.
Storage:
penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3.
Retrieval:
proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari penyimpanan
ingatan.
· Pada semua usia, mengenal dapat
dilakukan lebih baik dari mengingat, akan tetapi kedua kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal. Membentuk
memori anak. Memori tentang pengalaman pada masa anak-anak awal jarang sekali
yang terjadi secara disengaja: anak kecil biasanya mengingat peristiwa yang
membuat kesan yang sangat kuat, dan dan sebagian besar dari memori sadar awal,
ini tampaknya bersifat jangka pendek. Cara seorang anak membentuk memori
permanen ada tiga tipe yaitu:
1.
Memori
generic: memori yang menghasilkan script bagi rutinitas yang akrab untuk
memandu perilaku. Script adalah catatan umum yang akrab dan berulang,
dipergunakan untuk memandu perilaku. Misalnya: seorang anak bisa saja memiliki
script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di rumah nenek.
2.
Memori
episodis: memori jangka panjang tentang peristiwa yang kerap terjadi dan akrab,
dihubungkan dengan tempat dan waktu.
3.
Memori
autobiografis: memori tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan seseorang.
Misalnya: seorang anak mengingat saat dia pergi ke kebun binatang. Karena ke
kebun binatang itu dia mengingat peristiwa baru dan unik, dia juga mengingat
detail dari perjalanan tersebut hingga beberapa tahun.
2.
Masa Kanak-kanak Akhir
Menurut
teori Piaget, pemikiran anak – anak usia
sekolah dasar disebut pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational
Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung
pada masa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak
lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia
mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak
berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir
anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir
anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya
ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium
belajar.
Dalam
masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi –
operasi, yaitu :
a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak
memahami hubunganhubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau
keadaan yang lain.
b) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui
hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
c) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan
benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk
mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan.
Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya
dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak
secara nyata.
v Kemajuan Kognitif
a. Pemikiran spasial
Contoh
: Dani dapat menggunakan peta atau model
untuk membantunya mencari objek tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk
menemukan benda tersebut kepada orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke
sekolah dan pulang ke rumah, dapat memperkirakan jarak, dapat menilai berapa
waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.
b. Sebab akibat
Contoh
: Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil
(misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak). Tetapi dia
belum mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan penempatan objek, yang
membuat perbedaan.
c. Klasifikasi
Kemampuan
mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis. Contoh : elena dapat
memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk, warna, atau keduanya.
Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki anggota yang lebih sedikit
dibandingkan dengan kelas yang menjadi induknya (bunga).
d.
Seriasi
dan kesimpulan transitif
Kemampuan
untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui hubungan antara
masing-masing objek tersebut dan objek ketiga. Contoh : nina dapat mengatur
kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang paling pendek ke yang paling panjang,
dan dapat memasukkan tongkat berukuran menengah ke tempat yang tepat. Dia
mengetahui apabila satu tongkat lebih panjang dibandingkan tongkat kedua, dan
tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka tongkat pertama lebih
panjang dari tongkat ketiga.
e.
Penalaran
induktif dan deduktif
Penalaran
induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari yang observasi khusus
terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang kelas tersebut. Dan
penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis yang bergeneral dari premis
umum tentang sebuah kelas kepada sebuah kesimpulan tentang anggota tertentu
atau beberapa anggota dari kelas tersebut. Contoh : Dara dapat memecahkan
masalah induktif maupun deduktif dan mengetahui bahwa kesimpulan induktif (yang
didasarkan pada beberapa premis tertentu) memiliki tingkat kepastian yang lebih
rendah dibandingkan dengan kesimpulan deduktif (didasarkan kepada premis umum).
f.
Konservasi
Dalam
memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada dalam tahap
operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka: mereka tidak
harus mengukur atau menimbang objek tersebut. Contoh : Pada usia 7 tahun, Andre
mengetahui apabila bola tanah liat digulung menjadi bentuk sosis, maka ia
memiliki jumlah tanah liat yang sama (konservasi substansi). Pada usia 9 tahun,
dia mengetahui bahwa berat bola dan sosis sama. Baru pada usia awal remaja, dia
mengetahui bahwa keduanya meluberkan jumlah cairan yang sama jika keduanya
diletakkan dalam segelas air.
v Pokok Bahasan Kognitif
a)
Perkembangan
Memori
Cara otak menyimpan informasi dipercaya bersifat universal,
walaupun efisiensi dari sistem tersebut bervariasi dari orang ke orang
(Siegler, 1998). Model pemrosesan informasi menggambarkan otak memiliki tiga
“gudang”, yaitu:
1.
Memori
sensoris (sensory memory) adalah sistem penyimpanan awal “tangki penampungan”
sementara bagi informasi sensoris yang masuk. Ingatan sensoris menunjukkan
sedikit perubahan berkaitan dengan usia; sebagaimana yang telah kita saksikan,
bayi pun memilii ingatan sensoris.
2.
Memori
kerja (working memory) adalah sebuah “gudang” jangka pendek bagi informasi yang
sedang dikerjakan oleh seseorang pada saat ini; dan informasi tersebut adalah
informasi yang berusaha untuk dipahami, diingat, atau dipikirkan.
3.
Memori
jangka panjang (long-term memory) adalah sebuah “gudang” dengan kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas, yang menyimpan informasi dalam jangka waktu
yang lama.
§ Metamemori: Memahami memori
Antara
anak usia 5 dan 7 tahun, lobus frontal mengalami perkembangan signifikan dan
reorganisasi, memungkinkan peningkatan pemanggilan kembali dan metamemori,
pengetahuan tentang proses memori (Janowsky & Carper, 1996). Anak-anak TK
dan tingkat pertama mengetahui bahwa orang akan mengingat lebih baik jika
mereka belajar lebih lama, orang akan melupakan sesuatu seiring dengan
berjalannya waktu, dan akan lebih mudah untuk mempelajari kembali sesuatu yang
telah dipelajari daripada mempelajarinya untuk pertama kali.
§ Mnemonik: Strategi untuk Mengingat
Selama
periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan
tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai
adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut,
anak berusaha menggunakan teknik untuk membantu ingatan (strategi mnemonik)
yang digunakan untuk meningkatkan memori. Terdapat 4 macam strategi mnemonik,
yaitu:
a.
Bantuan
memori eksternal : Terpancing oleh
sesuatu dari luar orang tersebut. Pada anak usia 5 dan 6 tahun dapat melakukan
hal ini, tetapi yang berusia 8 tahun lebih sering berpikir untuk melakukannya. Contoh
: Roni membuat daftar yang harus dia lakukan hari ini.
b.
Rehearsal
(Pengulangan) : Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara mengulang
berkali-kali informasi yang telah disampaikan. Pada anak usia 6 dan 7 tahun
dapat diajari untuk melakukan hal ini, anak usia 7 tahun melaksanakannya secara
spontan. Contoh : tim berulang-ulang menyebutkan huruf dalam kata ejaannya
sampai dia mengetahuinya.
c.
Organization
(Organisasi) : Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk
mesningkatkan memori. Sebagian besar anak tidak dapat melakukan hal ini sampai
mereka berusia 10 tahun, tetapi anak yang lebih muda dapat diajari
melakukannya. Contoh : anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya
menurut susunan dimana mereka duduk dalam satu kelas.
d.
Elaborasi
: mengasosiasikan item yang akan diingat dengan sesuatu yang lain seperti
frasa, scene, atau cerita. Anak yang berusia lebih tua lebih sering melakukan
ini secara spontan dan mengingat lebih baik apabila mereka membuat asosiasi
mereka sendiri; anak yang lebih muda akan mengingat lebih baik apabila ada
orang lain yang membuatkannya untuk mereka. Contoh : Yolanda mengingat garis
nada musik (E,G,B,D,F) dengan mengasosiasikannya dengan frasa “Every good boy
does fine”.
b)
Perkembangan
Pemikiran Kritis
Perkembangan
pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara
mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu
saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir
secara reflektif dan evaluatif.
c)
Perkembangan
Kreativitas
Dalam
tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan
sekolah.
d)
Perkembangan
Bahasa
Selama
masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perkembangan bahasa
pada usia sekolah yaitu antara lain:
ü Aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi dan percakapan.
Umumnya
pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan sulit , sehingga anak-anak
usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann orang lain, lalu anak usia
5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan informasi dari anak yang
lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu dikomuikasikan pada
anak-anak.
ü Meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi.
Dalam
masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus menerus,
sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak melalui
bacaan-bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin setelah
kelas empat SD. Namun walaupun terjadi peningkatan perbendaharaan kata tidak
selalu anak dapat memahami makna suatu kata atau kalimat. Karena, dapat terjadi
bila anak tidak menguasai perbendaharaan dari semua kata di dalam kalimat, tapi
anak itu dapat memahami makna kata atau kalimat secara tepat. Sebaliknya, anak
yang menguasai arti dari seluruh kata dalam suatu kalimat tertentu tidak dapat
memahami makna kata atau suatu kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata
ataupun kalimat diperlukan lebih banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata
atau kalimat daripada sekedar mengetahui arti kata.
3.
Masa Remaja
· Pengertian
perkembangan kognitif remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang
ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode
ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para
remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang
sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang
memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu
mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti
masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal
dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai
pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di
semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti
riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk
menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan
yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang
adalah latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan
memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk
mengembangkan pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam
pengalaman, yaitu :
1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang
terhadap objek yang di hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek
untuk mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a. Abstrak
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta
pengalaman yang benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan
hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.
b. Fleksibel dan
kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri,
orang lain, dan dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan
standard-standard ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai
tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu
hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu
memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan
(Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat
ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang
remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya
kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir
dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini
terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar
mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak
kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih
memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan
dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang
remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat
mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c. Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana
mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa
depan (Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik
akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan
masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis.
Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan
sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang menunjukkan peran
lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja.
2.4
Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a. Masa kanak-kanak awal
Permasalahan
membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata dan
terkadang anak sulit diajak belajar membaca.
Solusi: Membaca
diikuti kata-kata bergambar agar menarik anak untuk membaca.
b. Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan
membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal yang
menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata
memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang
dilakukan oleh guru terlalu cepat.
Solusi: Guru
mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan siswa
menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan
membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan.
Solusi:
Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta
didik merupakan suatu pembahasan yang cukup penting bagi pengajar maupun orang
tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang
termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan
kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan kognitif tersebut. Selain
itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami
semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik,
pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki
anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan
orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif
masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala
dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita sebagai calon pengajar maupun
sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan kognitif dan tahap-tahap
karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui perkembangan
kemampuan kognitif masing-masing anak.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta
didik). Bandung: CV Pustaka Setia.
E. Papalia, Dian.,dkk. 200. Human Development (Psikologi
Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana.
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) & ISPI (Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan jilid 10 nomor 3.
Madiun: IKIP PGRI.
Holil, A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget. (online).
(http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html,
diakses 2 November 2010).
Arya. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online).
(http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/03/31/perkembangan-kognitif-pada-anak/,
diakses 2 November 2010).
Joesafira. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online).
(http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-pada-anak.html,
diakses 2 November 2010).
Wiriana, 2008. Perkembangan kognitif pada anak. (online).
(http://www.doctoc.com/docs/20992333/perkembangankognitif-padaanak, diakses 4
November 2010)
Langganan:
Postingan (Atom)