KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan segala limpahan rahmat-Nya lah kami
dapat menyelesaikan makalah ini. shalawatpun kami sampaikan kepada junjungan
Nabi Muhammad Saw beserta keluarga
dan sahabat sahabatnya. Kami juga
menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Nanang Nurcholis, karena atas bimbingannya penulis mampu
menghadirkan sebuah makalah yang di harapkan mampu memberi hasanah pengetahuan.
Tugas ini ditujukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf. Dan juga kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Nanang Nurcholis., MA selaku dosen pembimbing mata kuliah Tasawuf.
2. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat dan arahan kepada kami
sehingga terwujudnya makalah ini.
3. Seseorang yang selalu ada di hati kami, terima kasih atas kesetiaanmu serta
nasihat dan motivasi yang telah diberikan.
4. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut
membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun
tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan hasanah pengetahuan
khususnya bagi para pembaca mengenai tasawuf akhlqi. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca,
tholabul “ilmi amin.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ..............................................................................................
1
Daftar
Isi
.......................................................................................................
2
BAB
I Pendahuluaan
a.
Latar
Belakang ...................................................................................
3
b.
Rumusan
Masalah..............................................................................
3
BAB
II Pembahasan
a.
Pengertian
Tasawuf Akhlaqi ............................................................. 4
b.
Konsep
Ajaran Tasawuf Akhlaqi ...................................................... 4
c.
Sejarah
perkembangan Tasawuf Akhlaqi ..........................................6
d.
Tokoh-tokoh
Tasawuf Akhlaqi .......................................................... 8
BAB
III Penutup
a.
Kesimpulan
........................................................................................
12
Daftar
Pustaka
................................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tasawuf dalam islam menurut para
ahli sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Lahir sekitar abad ke-2 atau
awal abad ke-3 hijriyah. Pembicaraan para ahli lebih banyak menyoroti
faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf. Tasawuf akhlaqi yang terus
berkembang semenjak zaman klasik islam hingga zaman modern sekarang sering
digandrungi orang karena penampilan paham atau ajaran-ajarannya yang tidak
terlalu rumit.Tasawuf pada zaman dulu terlihat dari tingkah laku nabi yang pada
akhirnya kita namakan dengan nilai-nilai sufi. Hal tersebut sangatlah wajar
karena misi terpenting nabi adalah untuk memperbaiki dan sekaligus meyempurnakan
akhlak masyarakat arab dulu. Sejarah perkembangan tasawuf akhlaqi mengalami
beberapa fase. Mulai abad kesatu sampai abad keenam hijriyah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
definisi tasawuf Akhlaqi?
2.
Bagaimana
konsep tasawuf ?
3.
Bagaimana
sejarah lahirnya tasawuf akhlaqi ?
4.
Siapa
saja tokoh tasawuf akhlaqi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf
akhlaqi adalah tasawuf yang konsentrasinya pada teori- teori perilaku, akhlak
atau budi pekerti. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh ulama-ulama salaf[1].
Dan dengan metode-metode tertentu yang telah ditentukan, tasawuf berbentuk
ini berkonsentrasi pada upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang tercela
(mazmumah) sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji (mahmudah) di
dalam diri para sufi, atau bisa juga disebut sebagai tasawuf yang berwawasan
moral praktis dan bersandarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah dengan penuh disiplin
mengikuti batas-batas dan ketentuan-ketentuannya[2].
B.
Konsep
Tasawuf
Menurut para sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya.
Manusia telah dikendalikan oleh hawa nafsunya maka dia telah mempertuhankan
nafsunya tersebut. Dengan penguasaan nafsu tersebut di dalam diri seseorang
maka berbagai penyakitpun timbul didalam dirinya, seperti sombong, membanggakan
diri, riya, buruk sangka, kikir dan sebagainya. Penyakit-penyakit yang ada di
dalam diri ini oleh kaum sufi disebut sebagai maksiat batin ,akhlak yang
tercela (mazmumah).
Untuk tujuan menghilangkan penghalang yang membatasi manusia dengan
Tuhannya inilah, ahli-ahli tasawuf menyusun sistem atau cara yang tersusun atas
dasar didikan tiga tingkat yang diberi nama ; Takhalli, Tahalli,
dan Tajalli.[3]
1.
Takhalli
adalah langkah pertama yang dilakukan oleh seorang sufi. Takhalli
adalah usaha membersihkan diri dari semua perilaku yang tercela, baik maksiat
batin maupun maksiat lahir. Maksiat-maksiat ini harus dibersihkan, karena
menurut para sufi semua itu adalah najis maknawiyah yang menghalangi
seseorang untuk dekat dengan Tuhannya, sebagaimana najis zati yang
menghalangi seseorang daripada melakukan ibadah kepada-Nya.
Hal ini
dipertegas dalam firman Allah yang berbunyi :
"Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu dan
sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya".
Diantara sifat-sifat buruk yang mesti dibersihkan dari hati
tersebut adalah hasad (dengki), su'u al-dzan (buruk sangka), kibr
(sombong), 'ujub (merasa besar diri), riya (pamer), suma' (cari
nama), bukhul (kikir), hubb al-mal (cinta harta), tafahur
(membanggakan diri), ghadab (pemarah), ghibah (pengupat), namimah
(bicara di belakang orang), kizb (dusta), khianat (munafik).
Takhalli juga berarti melepaskan diri dari ketergantungan kepada kelezatan
hidup dunia dengan melenyapkan dorongan hawa nafsu. Di antara para sufi ada
yang berpandangan bahwa nafsu mesti dibunuh karena menjadi puncak angkara murka,
penghalang untuk dapat dekat dengan Tuhan. Sementara al-Ghazali berpendapat
bahwa nafsu juga diperlukan di dalam kehidupan ini, untuk memotivasi kehidupan,
harga diri, membela keluarga dan sebagainya, karena itu nafsu mesti tetap ada
di dalam diri.
2.
Tahalli
adalah langkah berikutnya yang mesti dilalui oleh seorang sufi. Tahapan ini
adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan dari akhlak-akhlak yang
tercela. Akan tetapi begitu satu sifat tercela dibuang bersamaan dengan itu
sifat terpuji diisikan. Begitu rasa benci dikikis langsung rasa cinta
ditanamkan. Diantara sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting untuk
diisikan ke dalam jiwa manusia adalah,
1) al-taubah, yaitu rasa penyesalan sungguh – sungguh dalam hati
yang disertai permohonan ampun serta berusaha meninggalkan perbuatan yang
menimbulkan dosa.
2) al-khauf wa alraja', yaitu perasaan yang
timbul karena banyak berbuat salah dan seringkali lalai kepada Allah.
3) al-zuhd,yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi.
4) Al-faqr sikap yang tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan
merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang
lain.
5)
Al-shabr
yaitu suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.
6)
al-ridha, yaitu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang
datang dari Allah
7)
al-muraqabah yaitu sikap siap dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri
Apabila sifat-sifat buruk telah dibuang, kemudian
sifat-sifat baik telah ditanamkan, maka akan lahirlah kebiasaan-kebiasaan baik,
akhlak yang mulia. Berbuat, bertingkah laku, bertindak tanduk dalam kerangka
bimbingan sifat-sifat yang mulia yang telah ditanamkan di dalam diri. Sejalan
dengan itu, jiwapun akan menjadi bersih maka seseorang akan dapat dekat dengan
Tuhannya.
3.
Tajalli
adalah tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah
diupayakan pada langkah-langkah di atas langgeng, berkelanjutan dan terus
meningkat, maka mesti rasa ketuhanan terus dipupuk di dalam diri. Diantara para
ahli ada yang mendefinisikan bahwa tajalli adalah lenyapnya hijab dari
sifat-sifat kemanusiaan, jelasnya nur yang selama ini gaib, lenyapnya (fananya)
segala yang lain ketika nampaknya wajah Allah". Untuk memperdalam dan
melanggengkan rasa kedekatan dengan Tuhan ini para sufi mengajarkan hal-hal
berikut;
(1) Munajat : berarti memuja dan memuji keagungan Allah dengan
sepenuh hati. Mengungkapkan seluruh aktifitas yang telah dilakukan,
menyampaikan harapan-harapan (doa) dengan sepenuh hati, menggunakan kata-kata
yang tersusun baik, dengan deraian air mata.
(2) Muhasabah seperti yang telah dikatakan oleh Al-Ghazali adalah
"selalu memikirkan dan merenungkan apa yang telah diperbuat". seorang
sufi akan terus memikirkan dan merenungkan kesalahan-kesalahan apa yang telah
dilakukan. Memikirkan dan merenungkan kekurangan-kekurangan di dalam ibadahnya.
Memikir dan merenung perbaikan-perbaikan yang mesti diperbuat.
(3) Muraqabah berarti meyakini
dan merasakan senantiasa berhadapan
dengan Allah SWT. Seluruh aktifitas baik yang bathiniyah maupun yang dzahiriyah.
(4) Katsarat al-dizkr berarti memperbanyak dzikir kepada Allah.
(5) Tafakkur arti merenungkan alam yang terbentang luas ini. Berjuta
pelajaran yang dapat dipetik darinya dalam meningkatkan rasa kedekatan dengan
Tuhan. Tidak ada kesia-siaan dalam penciptaan Allah. Dari serangga yang paling
kecil sekalipun orang dapat mengambil pelajaran.
C.
Sejarah
Tasawuf
Abu
al-Wafa’al-Ghanimi al-Taftazani dalam bukunya “Madkhal ila al-Tasawuf al-Islam
menjelaskan aliran Tasawuf sunni adalah aliran sufi yang pendapat moderat dan
ajaran tasawufnya selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah atau denagn
kata lain tasawuf aliran ini akan selalu berpatokan syari’at. Aliran ini tumbuh
dan berkembang pada abad kelima Hijriah.Aliran tasawuf sunni ini mendapat
sambutan seiring dengan berkembangnya aliran teologi Ahlussunnah wal jamaah
yang dilancarkan oleh Abu al-Hasan al-Asya’ri atas aliran-aliran lainnya dengan
kritiknya yang luras terhadap keekstriman tasawuf Abu Yazid al-Busthami
al-Halley dan para sufi lainnya.
Tasawuf Sunni mengadakan pembaharuan
dengan mengembalikan tasawuf ke landasan Al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengaitkan
keadaan dan tingkatan rohaniah kepada kedua landasan tersebut. Tokoh yang
paling berpengaruh dalam aliran ini adalah al-Qusyairi, al-Harawi, dan
al-Ghazali. Dengan demikian pada abad kelima Hijriah, Tasawuf sunni berada
dalam posisi yang sangat menentukan dan memungkinkan tersebar luas di kalangan masyarakat
Islam sampai sekarang.[4]
Tasawuf sunni ialah aliran tasaawuf
yang berusaha memadukan asapek hakekat dan syari’at, yang
senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan
pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh
terhadap ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Shirah para sahabat.[5]
Tasawuf Akhlaqi yaitu tasawuf yang sangat menekankan nilai-nilai etis (moral).
Tasawuf sunni banyak berkembang di
dunia Islam, terutama di Negara-negara yang dominan bermazhab Syafi’i. Tasawuf
ini sering digandrungi orang karena paham atau ajaran-ajarannya tidak terlalu
rumit.
Latar belakang munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan
masalah aqidah yang melanda para ulama’
fiqh dan tasawwuf lebih-lebih pada abad
ke-5 H aliran syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan
kepemimpinan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Dimana syi’ah lebih banyak
mempengaruhi para sufi dengan doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah
ketangan sufi yang layak menyandang gelar waliyullah, dipihak lain para sufi
banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak
pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan
para sahabat dan tabi’in. dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu
syari’at dan hakekat yaitu Imam Ghazali.[6]
D.
Tokoh-tokoh
tasawuf
1.
Hasan
Al-Bashri
a.
Biografi
Singkat
Hasan Al-Bashri, yang nama lengkapnya Abu Said Al-Hasan bin Yasar
adalah seorang zahid yang sangat amat mashur dikalanagan tabiin ia lahir di
madinah pada tahun 21 Hijriyah (632 Masehi) dan wafat pada hari kamis bulan
rojab tanggal 10 tahun 110 H (728 M). Ia dilahirkan dua malam sebelum kholifah Umar bin
Khattab wafat. Ia di kabrakan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut
menyaksikan peperangan badar dan 300 sahabat lainnya.[7]
Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya
untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha
mensucikan jiwa di masjid basroh. Karir pendidikan hasan Al-Basri di nilai dari
Hijaz. Ia berburu hamper kepaada seluruh ulama disana. Bersama ayahnya ia
kemudian pindah ke basroh, tempat yang membuatnya mashur dengan nama Hsan
Al-Basri puncak keilmuannya ia peroleh disana. Dia kenal sebagai seorang yang
wara’ dan berani dalammemperjuangkan dalam kebenaran.
b. Ajaran-ajaran Tasawuf
Pandangan tasawuf Hasan Al-basri adalah anjuran kepada
setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangannya. Ia pernah
berkata, “ demikian takutnya, sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu
hanya dijadikan untuk ia.”
Ajaran-ajaran Hasan Al-Basri
1. Perasaan takut yang menybabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa
tentram yang menimbulkan perasaan takut.
2. Dunia adalah negri tempat beramal.
3. Tafakkur membawa kitab pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal
atas perbuatan jahat menyebabkan kita untuk tidak mengulanginya lagi.
4. Dunia adalah sorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa
ditinggalkan mati suaminya.
5. Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari,
karena berada diantara 2 perasaan takut : takut mengenang dosa yang telah
lampau, dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan
mengancam.
6. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang akan senantiasa
mengancamnya, akan kiamat yang akan menagih janjinya.
7. Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal sholeh.
2. Al- Muhassibi (165-243 H)
a. Biografi Singkat
Nama lengkapnya
adalah Abu ‘Abdillah Al-Harits bin Asad Al-Bashri Al-Baghdadi Al-Muhasibi.
Lahir di Bashroh, Irak, tahun 165 H/781 M. Meninggal di negara yang sama pada
tahun 243 H/857 M . beliau adalah sufi dan ulama besar yang menguasai beberapa
bidang ilmu seperti Tasawuf, Hadits, dan Fiqih. Ia merupakan figur sufi yang
dikenal senantiasa menjaga dan mawas diri terhadap perbuatan dosa.[8]
Al-Muhasibi menulis sejumlah buku.
Menurut Abd Al-Mun’im Al-Hafni, seorang ahli tasawuf dari mesir Al-Muhasibi
menulis kurang lebih 200 buku. Al-Muhasibi menempuh jalan tasawuf karena hendak
keluar dari keraguan yang dihadapinya.tatkala mengamati madzhab-madzhab yang
dianut umat islam, Al-Muhasibi menemukan kelompok-kelompok. Diantara mereka ada
sekelompok orang yang tau benar tentang keakhiratan. Namun jumlah mereka sangat
sedikit. Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh
melalui ketakwaan pada Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan
meneladani rosul.
Ajaran-ajaran
tasawuf beliau adalah Ma’rifat, khauf dan Raja’.
3.
Al-Ghozali
Al-Gozali
yang terkenal dengan sebutan al-Gazel di dunia barat adalah seorang ahli sains
terkemuka. Al Ghazali dengan nama lengkap Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad
ibn Ahmad al-Thusi ini mendapat banyak gelar dalam dunia islam. Diantara gelar
yang paling terkenal adalah Hujjah al-Islam dan Zain al-‘Arifin. Ia diberikan
gelar Hujjah al- Islam karena ia menjadikan tasawuf sebagai hujjahnya dalam berbagai
perbincangan kesufian.
Pendidikannya dimulai didaerahnya yaitu belajar kepada Ahmad Ibnu
Muhammad al – Razkani al – Thusi, setelah itu pindah ke Jurjan ke pendidikan
yang dipimpin oleh Abu Nash al-Ismaili mempelajari semua bidang agama dan
bahasa, setelah tamat kembali ke Thus belajar tasawuf dengan Syekh Yusuf al –
Nassaj (wafat 487 H) , kemudian ke Nisyapur belajar kepada Abul Ma’al
al-Juwaini yang bergelar Imam al – Haramain dan melanjutkan pelajaran Tasawuf
kepada Syekh Abu Ali al – Fadhl Ibnu Muhammad Ibnu Ali al – Farmadi, dan ia
mulai mengajar dan menulis dalam Ilmu Fiqh. Setelah Imam al – Juwaini wafat ia
pindah ke Mu’askar mengikuti berbagai forum diskusi dan seminar kalangan ulama
dan intelektual dan dengan segala kecermelangannya membawanya menjadi guru
besar di perguruan Nidzamiyah di Baghdad pada tahun 484 H,
C.
Ajaran-Ajaran
Dalam bidang tasawuf Al- Ghazali berusaha meletakkan kembali posisi
tasawuf ke tempat yang benar menurut syari’at Islam. Al-Gozali membersihkan
ajaran tasawuf dari pengaruh faham-faham asing yang masuk mengotori kemurnian
ajaran Islam. Corak tasawuf al-ghozali adalah psiko-moral yang mengutamakan
pendidikan moral. Dapat dilihat dari karya-karyanya seperti ihya’ Ulum Ad-din,
Minhaj Al-Abidin, Bidayah Al-Hidayah.
Al-ghozali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasadan
berolah jiwa, sehingga sampai pada makrifat yang membantu meniptakan(sa’adah).
a.
Ma’rifat
menurut ajaran Al-ghozali, sebagai mana dijelaskan oleh Harun Nasution,
Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan
Allah tentang segala yang ada.[9]
Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sirr, qalb dan ruh. Qalb dapat
mengetahui rahasia-rahasia Allah dengan sirr, qalb dan ruh yang telah suci dan
kosong tidak ber isi apapun. Saat itulah ketiganya akan menerima illuminasi
dari Allah. Dan pada waktu itu pula menurunkan cahayanya kepada sang sufi
sehingga yang dilihat sang sufi hanyalah Allah.
b.
Sa’adah
menurut Al-ghozali , kelezatan dan keni’matan tertinggi adalah melihat Allah.
Didalam kitab Kimiya’ As-Sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah (kebahagiaan)
sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan
ciptaannya. Nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus dan indah.
Ni’matnya telinga terletak ketika mendengar suara yang merdu. Demikian dengan
anggota tubuh yang lain, memiliki keni’matan tersendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang konsentrasinya pada teori-
teori perilaku, akhlak atau budi pekerti. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh
ulama-ulama salaf. Tasawuf akhlaqi banyak berkembang di dunia Islam, terutama
di Negara-negara yang dominan bermazhab Syafi’i. Tasawuf ini sering digandrungi
orang karena paham atau ajaran-ajarannya tidak terlalu rumit. Latar belakang
munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah yang melanda para ulama’ fiqh dan tasawwuf
lebih-lebih pada abad ke-5 H aliran
syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada
keturunan Ali bin Abi Thalib. Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi
dengan doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak
menyandang gelar waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi
oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak pemikiran taawwuf falsafi
yang tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in.
dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu syari’at dan hakekat yaitu Imam
Ghazali.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1978
Prof. Dr. M.Sholikin M.Ag, Prof. Dr.
Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008,
Damanhuri,
Akhlak Tasawuf, Banda Aceh, PENA, 2010.
Tesa Amienraka, Sejarah perkembangan tasawuf, http://amienrakatesa.blogspot.com/2012/05/sejarah
perkembangan-tasawuf.html (diakses pada Rabu, 17 April 2013, 22:01)
[1] Drs
H. M. Jamil, MA.Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas Jakarta : Gaung Persada Press, 2004, hal 30
[2] Ibid,hal. 36
[3] Prof. Dr. M.Sholikin M.Ag, Prof. Dr. Rosihon Anwar,
M.Ag, Ilmu Tasawuf, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm 122
[4] Damanhuri, Akhlak Tasawuf, Banda Aceh,
PENA, 2010.
[5] Amienraka
Tesa, Sejarah perkembangan tasawuf, http://amienrakatesa.blogspot.com/2012/05/sejarah perkembangan-tasawuf.html
(diakses pada Rabu, 17 April 2013, 22:01)
[6]
Amienraka Tesa, Op.
Cit.,
[7] Prof. Dr. M.Sholikin M.Ag, Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu
Tasawuf, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm 122
[8] Prof. Dr.
M.Sholikin M.Ag, Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, CV Pustaka
Setia, Bandung, 2008,hal 126