Rabu, 05 November 2014

Larangan Monopoli & Larangan terhadap Tengkulak



KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan segala limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat pun penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Dosen pembimbing Bapak Ghufron Hamzah, M.Si. karena atas bimbingannya penulis mampu menghadirkan sebuah makalah yang diharapkan mampu memberi hasanah pengetahuan.
            Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan hasanah pengetahuan khususnya bagi para pembaca mengenai ilmu ushul fiqh yang berkaitan dengan konsep dan penyesuaian diri. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca  “tholabul ilmi”. Amin.






                                                                                    Semarang, 3 Oktober 2014

Penyusun




DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah..................................................................................... 3    
B.     Rumusan Masalah............................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Larangan Terhadap Tengkulak .......................................................................... 4
B.     Larangan Menimbun Barang Pokok atau Monopoli .......................................... 6
a. Monopoli Yang Haram .................................................................................. 6
b. Monopoli Yang Dibolehkan .......................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ........................................................................................................ 8
B.     Saran .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9










BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam agama Islam kita memang di halalkan dan di suruh untuk mencari rezki melalui berbagai macam usaha seperti bertani, berburu atau melakukan perdagangan atau jual beli. Namun tentu saja kita sebagai orang yang beriman diwajibkan menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus menurut Alquran dan Sunnah, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai macam syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi apa yang telah di syariatkan tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Selain harus mengetahui bagaimana jual beli yang di perbolehkan dan sah menurut hukm islam, kita juga dituntut untuk tahu apa saja jual beli yang dilarang oleh Islam, agar kita tidak terjerumus kepada hal yang dilarang oleh Allah SWT, untuk itulah dalam makalah sederhana ini saya akan membahas satu dari sekian banyak jual beli yang tidak diperbolehkan, yaitu monopoli atau Ihtikar. Tentang apa dan bagaimana ihtikar itu menurut pandangan hukum islam.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang larangan menimbun barang pokok dan monopoli di atas, dapat kita ambil masalah-masalah mendasar terhadap jual beli yang tidak diperbolehkan (monopoli atau ihtikar), antara lain;
a)    Larangan terhadap tengkulak.
b)   Larangan menimbun barang pokok atau monopoli.
c)    Monopoli yang diharamkan.
d)   Dan yang terakhir monopoli yang diperbolehkan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Larangan Terhadap Tengkulak
Dalam Bulughul Maram Hadits No. 827;
وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ اَلْمُحَاقَلَةِ, وَالْمُخَاضَرَةِ, وَالْمُلَامَسَةِ, وَالْمُنَابَذَةِ, وَالْمُزَابَنَةِ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Artinya: “Anas berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara muhaqalah, muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan), dan muzabanah”. HR. Bukhari.
Menjual kurma basah dengan kurma kering dengan takaran (yang sama) dan menjual anggur segar dengan anggur kering (kismis) dengan takaran. Dalam hadis diatas telah dijelaskan bahwa kelima jenis jual beli tersebut dilarang oleh Rosululloh saw. Karena system jual beli tersebut dapat merugikan salah satu pihak. Sebagaimana dalam Shahih Bukhori, hadis nomor 2312 juga dijelaskan mengenai terlarangnya jual beli yang merugikan salah satu pihak, karena didalamnya mengandung riba. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Said al Khudriy ra. Bahwa suatu ketika beliau membawa kurma kepada Nabi. Kemudian beliau bertanya mengenai asal usul kurma tersebut , lalu beliau menceritakannya. Bahwa kurma tersebut berasal dari akad jual beli (barter) kurma kering 2 sha’ dengan kurma yang baik 1 sha’. Lalu Rosul bersabda” Hati-hati, hati-hati ini riba, ini riba, jangan lakukan. Apa bila kamu ingin membeli kurma yang bagus maka jual terlebuh dahulu kurmamu yang jelek, kemudian hasil penjualanya gunakan untuk membeli kurma yang bagus”. Dr. Nasrun Haroen, MA mengatakan bahwa dalam syariat Islam ditetapkan hak khiyar bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan.
Dengan demikian ulama’ fikih sepakat menyatakan bahwa jual beli yang mengandung unsur penipuan, seperti almulamasah dan almuzabanah adalah tidak sah atau batil. Sebagaimana jumlah ulama membagi jual beli menjadi dua, yaitu sah dan batil. Namun Ibnu Qoyyim al  Jauziyah seorang pakar fikih hanbali berpendapat, bahwa jual beli yang ketika berlangsung akad barangnya tidak ada, tetapi diyakini akan ada dimasa yang akan datang sesuai dengan kebiasaannya, maka boleh dan sah jual belinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dilarangnya lima macam jual beli diata berhak untuk memilih untuk membatalkan penjualan.
عَنْ طَا وُسٍ عَنْ اِبْنِ عَبَّا سٍ قَا لَ : قَا لَ رَسُوْلُ اللهِ ص م ( لاَ تَلَقُّوْا ا لرُّ كْبَا نَ, وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ ) قُلْتُ لاِ بْنِ عَبَّا سٍ: مَا قَوْ لُهُ ( وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ؟ قَا لَ : لاَ يَكُوْ نُ لَهُ سِمْسَا رًا.
متفق عليه
Artinya:“Dari thawus dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota menjualkan buat orang desa,” Ia menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi perantara baginya”. (Muttafaq alaih , tetapi lafazh tersebut dari bukhari).
Kita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat arab banyak mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu kenegeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh penduduk ma’kah. Mereka dating bersama rombongan besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah.
Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam. Rasulullah saw bersabda:
“apabila dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah jual beli tersebut. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan lafaznya milik muslim).
            Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih dalam satu majlis.
            Menurut Hadawiyah dan Asy-syafi’I melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya.
Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu dilarang, sesuai dengan zahir hadits. Hanafiyah dan Al-Auja’I membolehkan mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.

B. Larangan Menimbun Barang Pokok atau Monopoli Barang,
Dalam Bulughul Maram Hadits no. 833;
َوَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( غَلَا اَلسِّعْرُ بِالْمَدِينَةِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ اَلنَّاسُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! غَلَا اَلسِّعْرُ, فَسَعِّرْ لَنَا, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اَللَّهَ هُوَ اَلْمُسَعِّرُ, اَلْقَابِضُ, اَلْبَاسِطُ, الرَّازِقُ, وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اَللَّهَ -تَعَالَى-, وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلِمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Artinya: “Anas Ibnu Malik berkata: Pada zaman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah terjadi kenaikan harga barang-barang di Madinah. Maka orang-orang berkata: Wahai Rasulullah, harga barang-barang melonjak tingi, tentukanlah harga bagi kami. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allahlah penentu harga, Dialah yang menahan, melepas dan pemberi rizki. Dan aku berharap menemui Allah dan berharap tiada seorangpun yang menuntutku karena kasus penganiayaan terhadap darah maupun harta benda (H.R. Imam Lima kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban).
Sabda Rasulullah SAW:
رواه أحمد.(لا يَحْتكِرُ إلاخَاطِىءُ) عَنْ رَسُوْ الله صَلى الله عَليْهِ وَسَلم قالَ   : وَ عَنْ مَعْمَرِ بْن ِعَبْدِ اللهِ رَضِيَ الله عَنْهُ
Artinya: “Dari Ma’mar Bin Abdullah RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:” Tidaklah orang yang menimbun barang (monopoli) kecuali orang yang bersalah”. (H.R. Ahmad)
Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijula kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga. Ini merupakan pengertian secara terminologi. Kata al-Khaati’; Ar-Raqhib berkata“Al-khata’adalah merubah arah. Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si Pembeli.
Para ulama membagi monopoli kedalam dua jenis;
a)    Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat,
Sabda Rasulullah, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah: 
أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ
Artinya:“Nabi SAW melarang monopoli makanan” Jenis inilah yang dimaksud dalam hadis bahwa pelakunya bersalah, maksudnya bermaksiat, dosa dan melakukan kesalahan”.
b)   Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah disebutkan sejumlah hadis diantaranya:
Ø Hadits Umara dari Nabi SAW:         
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya: “Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya”.
Ø Diriwayatkan Ibnu Majah dengan Sanad Hasan
اَجَالْ لِبُ مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
Artinya: “Orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”.
Ø Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW:
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَُ
Artinya: “Barang siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa”.
Ø Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya: “Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”.
Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
a.    Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun.
b.    Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik.
c.    Menimbun itu dilakuakn saat manusia sangat membutuhkan.








BAB III
PENUTUPAN

A.  Kesimpulan
a)    Melarang jual-beli dengan cara muhaqalah, muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan).
b)   Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.
c)    Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijula kembali, namun ia menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga.
·      Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat.
·      Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.
d)   Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
·      Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun.
·      Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik.
·      Menimbun itu dilakukan saat manusia sangat membutuhkan.

B.  Saran
Penyusun memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat-NYA sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.penyusun menyadari bahwa dalam membuat makalah banyak terdapat kekurangan. Kiranya pembaca mau memberikan kritik dan saran kepada kami. Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.





DAFTAR PUSTAKA

Al Asqalani, Al Hafizh ibnu Hajar. 1989. Bulughul Maram. Semarang: Wicaksana.
Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Bandung: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Qardawi, Yusuf. 2003. Halal Haram dalam Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar