TUGAS RESUME TAKHRIJ AL-HADITS
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata
Kuliah Ulumul Hadits

Dosen
Pengampu :
Drs. M. Syakur Sf., M.Ag.
Oleh
:
AH. Muhbibuddin (136014960)
A.2
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2013/2014
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Ilmu takhrij merupakan
bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya
dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadist itu
berasal. Di samping itu, di dalamnya di temukan banyak kegunaan dan hasil yang
di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadist.
Takhrij hadist
bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah
mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini,
kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan
kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi
jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
2. Pengenalan Buku
- Judul Buku : Ulumul
Hadits
- Penulis : Drs.
H. Muhammad Ahmad, M. Mudzakir, dan
Drs. Abd. Maman Djalil.
- Penerbit : CV.
Pustaka Setia
- Tahun : 2004
-
Halaman
yang direview
3.
Rumusan Masalah
Didalam book review ini akan dibahas meliputi:
a. Apa pengertian
takhrij al-hadits ?
b. Faktor apa saja yang
menyebabkan adanya takhrij al-hadits ?
c. Apa metode takhrij
al-hadits ?
d. Manfaat ilmu takhrij
al-hadits ?
e. Bagaimana sejarah
ilmu takhrij al-hadits ?
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Takhrij al-Hadits
Secara harfiah, kata takhrij
((تخريج berasal dari fi’il madli kharraja (خرّج) yang
berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata
dasar khuruj (خر و ج) yang berasal dari kata kharaja (خرج) yang berarti keluar.[1] Adapun
secara terminologis, takhrij al-hadits (تخريج الحديث) dipahami sebagai cara penunjukan jalan
ke tempat letak hadits pada sumber yang orisinil takhrijnya berikut sanadnya,
kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila
diperlukan.[2]
Sedang pengertian
takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
a. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya,
penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul
Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us
Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti
hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
b. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan
oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
c. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan
mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
d. Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap
dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang
bersangkutan.
Dari sekian banyak
pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan
kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau
pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli
dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara
lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
2. Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits
Adapun faktor utama
yang menyebabkan kegiatan penelitian terhadap hadits (takhrij al-hadits)
dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai berikut:
a) Mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti
Maksudnya adalah untuk
mengetahui status dan kualitas hadits dalam hubungannya dengan kegiatan
penelitian, langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adlah
mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab taanpa
mengetahui asal-usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami
kesulitan untuk diketahui matarantai sanadnya sesuai dengan sumber
pengambilannya, sehingga tanpa diketahui secara benar tentang matarantai sanad
dan matan, maka seorang peneliti peengalami kesulitan dalam melakukan
penelitian secara baik dan cermat. Makanya dari faktor ini, kegiatan penelitian
hadits (takhrij) dilakukan.
b) Mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits bagi hadits yang akan
diteliti
Maksudnya adalah
mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara satu dengan
yang lain, maka diperlukan kegiatan pencarian seorang peneliti terhadap semua
periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab boleh jadi salah satu sanad
haadits tersebut berkualitas dha’if dan yang lainnya berkualitas shahih.
c) Mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada mata rantai
sanad
Mengingat salah satu
sanad hadits yang redaksinya bervariasi itu dimungkinkan ada perawi lain yang
sanadnya mendukung pada sanad hadits yang sedang diteliti, maka sanad hadits
yang sedang diteliti tersebut mungkin kualitasnya dapat dinaikkan tingkatannya
oleh sanad perawi yang mendukungnya.
Dari dukungan tersebut,
jika terdapat pada bagian perawi tingkat pertama (yaitu tingkat sahabat) maka
dukungan ini dikenal dengan syahid. Jika dukungan itu terdapat pada
bagian perawi tingkat kedua atau ketiga (seperti pada tingkatan tabi’I atau
tabi’it tabi’in), maka disebut sebagai mutabi’.
3. Metode Takhrij al-Hadits
Setelah
mengetahui betul faktor-faktor yang menyebabkan penelitian hadits (takhrij
al- hadits) di atas, maka langkah awal yang harus dilakukan seorang
peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian hadits (takhrij al-hadits) adalah
hal-hal sebagai berikut:
a. Kitab-kitab koleksi atau buku-buku pendukung tentang takhrij
Telah dapat diketahui bersama bahwa untuk
menelusuri hadits sampai pada sumber asalnya itu tidak semudah menelusuri
ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya cukup dengn menggunakan sebuah kitab kamus
Al-Qur’an, seperti Mu’jam al-Mufahras Li Al-fadhil Qur’an Al-karim (معجم المفهرس لالفاظ القرآن الكريم) karya Muhammad Fuad ‘Abdul Baqiy.
Akan tetapi untuk menelusuri hadits tidak
cukup hanya satu kitab koleksi, tetapi dari berbagai kitab koleksi hadits
lainnya. Hal ini terjadi mengingat banyaknya para kolektor yang telah membuat
kitab koleksi mereka masing-masing, sehingga menjadi penyebab sulitnya hadits
ditelusuri sampai pada sumber asalnya lantaran terhimpun dalam banyak kitab.
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk
melakukan takhrij hadits. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain:
a) Hidayatul Bari ila Tartibi Ahadisil Bukhari (هدية البارى الى ترتيب احاديث البخارى )
Penyusun kitab ini
adalah Abdur Rahman Ambar Al-misri At-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk
mencari hadits-hadits yang termuat dalam Shahih Al-Bukhari. Lafal-lafal
hadits disusun menurut aturan urutan huruf abjad arab. Namun hadits-hadits yang
dikemukakan secara berulang dalam Shahih Bukhari tidak dimuat secara
berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan
hadits riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
b) Mu’jam Al-Fadzi wala siyyama al-gharibu minha atau fihris litartibi ahadisi sahihi muslim معجم الالفاظ و لا سيّما الغريب منها –او- فهرس لترتيب صحيح مسلم))
Kitab tersebut
merupakan salah satu juz yakni juz ke-V dari kitab Shahih Muslim yang
disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz V ini merupakan kamus terhadap juz ke-I
– IV yang berisi:
a. Daftar urutan judul
kitab serta nomor hadits dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para
sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam Shahih Muslim.
c. Daftar awal
matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan
nomor-nomor hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, bila kebetulan hadits tersebut
juga diriwayatkan oleh Bukhari.
c) Miftahus Sahihain ( مفتاح الصّحيحين )
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Musthafa
Al-Tauqiah. Kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi
hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadits-hadits yang berupa
sabda (qauliyah) saja. Hadits-hadits tersebut disusun menurut abjad dari
awal lafal matan hadits.
d) Al-Bugyatu fi tartibi ahadisil hilyah ( البغية فى ترتيب احاديث الحلية )
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-sayyid
Muhammad bin Sayyid Al-siddiq Al-Qammari yang memuat dan menerangkan
hadits-hadits yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim Al-Asabuni
(w.430 H) yang berjudul : Hidayatul auliyai wababaqatul asfiyai.
Sejenis dengan kitab tersebut di atas adalah kitab Miftahut
tartibi li ahadisi tarikhil khatib (مفتاح التّرتيب
لاحاديث تاريخ الخطيب ) yang
disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Sayyid As-Siddiq Al-Qammari
yang memuat dan menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab sejarah
yang disusun oleh Abu bakar bin Ali bin Tsabit bin Ahmad Al-Baghdadi yang
dikenal dengan Al-Khatib Al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul
Bagdadi yang terdiri atas 4 jilid.
e) Al-Jamius Sagir ( الجامع الصّغير (
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman
As-Suyuti (w.91 h). kitab kamus hadits tersebut memuat hadits-hadits yang
terhimpun dan kitab himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuti juga,
yakni kitab Jam’ul Jawani (جمع الجوامع ( hadits yang dimuat dalam kitab Jamius
Sugir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis.
Sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula
yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang
cukup.
f) Al- Mujam al-mufahras
li alfazil hadits nabawi (المعجم المفرس لالفاظ
الحديت النّبوى
)
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan
orientalis. Di antara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses
penyusunan ialah Dr. Arnold John Wensinck (w.1939 m.), seorang professor
bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri
belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits berdasarkan petujuk lafal
matan hadits. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal
yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadits.
b. Macam-Macam Metode yang Dipakai dalam Takhrij al-Hadits
Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang
diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut :
Metode Pertama, takhrij dengan cara
mengetahui perawi hadits dari shahabat
Metode
ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits,
lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :
·
Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama
kita telah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari
hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk
dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·
Al-Ma'aajim (mu'jam-mu'jam) : Susunan hadits di dalamnya
berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau
bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama
shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
·
Kitab-kitab
Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan
musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika
seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada
sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk
kemudian mengambil hadits secara lengkap.
Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan
lafadh dari hadits
Cara ini dapat dibantu dengan :
·
Kitab-kitab
yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah
fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah
fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii
Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah 'alal-Alsinah karya
As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru 'ala
Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi' Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa
wa Muziilul-Ilbas 'amma Isytahara minal-Ahaadits 'ala Alsinatin-Naas karya
Al-'Ajluni.
·
Kitab-kitab
hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami'ush-Shaghiir
minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
·
Petunjuk-petunjuk
dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah
Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh
Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi
Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah
Muwaththa' Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata
yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits
Metode ini
dapat dibantu dengan kitab Al-Mu'jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits
An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab
hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa' Imam Malik, Musnad Ahmad, dan
Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink
(meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan
ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad
Abdul-Baqi.
Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema
pembahasan hadits
Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits,
maka bisa dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang
disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan
kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis
berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup
daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu :
·
Shahih
Bukhari
·
Shahih
Muslim
·
Sunan Abu
Dawud
·
Jami'
At-Tirmidzi
·
Sunan
An-Nasa'i
·
Sunan
Ibnu Majah
·
Muwaththa'
Malik
·
Musnad
Ahmad
·
Musnad
Abu Dawud Ath-Thayalisi
·
Sunan
Ad-Darimi
·
Musnad
Zaid bin 'Ali
·
Sirah
Ibnu Hisyam
·
Maghazi
Al-Waqidi
·
Thabaqat
Ibnu Sa'ad
4. Manfaat Takhrij al-Hadits
Untuk memperoleh hasil
temuan hadits yang dapat dipertanggungjawabkan itulah maka diperlukan sebuah
ilmu Takhrij al-Hadits. Takhrij sebagai ilmu perlu diketahui oleh setiap
orang yang hendak mendapatkan hadits dengan keadaan dan setatusnya yang jelas.
Diantara manfa’at memiliki ilmu ini, menurut Hatim, adalah:
1. Untuk memiliki kompetensi memilih dan memilah mana
hadits shahih dan mana hadits yang tidak shahih;
2. Untuk mengetahui mana hadits-hadits yang boleh
diintisarikan hukum darinya, dan mana yang tidak bisa;
3. Untuk mengetahui mana hadits-hadits yang boleh
diamalkan, dan mana yang tidak boleh diamalkan;
4. Untuk mengetahui mana hadits yang wajib diyakini
isinya karena penting, dan mana yang tidak boleh diyakini karena lemahnya atau kepalsuannya;
5. Untuk memelihara sunnah dan keberlangsungannya hingga
hari kiamat.[3]
5. Sejarah Takhrij al-Hadits
Penguasaan
para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga
mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya
dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka
kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan
para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan
memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan
sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan
menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu muncullah apa yang
dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang
diantaranya adalah :
ü Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad
bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab
ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq
Asy-Syairazi.
ü Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir
li Ibni Al-Hajib; karya
Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
ü Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li
Al-Marghinani; karya
Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
ü Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar juga
menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii
Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ].
ü Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits
wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
ü Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar
fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya
Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
ü Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru
ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya
Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.
ü At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji
Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat
852 H).
ü Ad-Dirayah fii Takhriji
Ahaaditsil-Hidayah; karya
Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
ü Tuhfatur-Rawi fii Takhriji
Ahaaditsil-Baidlawi; karya
'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).
PENUTUP
Setelah memperhatikan
isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai
berikut :
Ø Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij
berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi
hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber
tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang
bersangkutan.
Ø Manfaat dari takhrij al-hadits diantaranya ialah memberikan informasi bahwa
suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, maupun dlaif-nya, setelah
diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya dan juga memberikan
kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan atau tidaknya setelah mengetahui
bahwa suatu hadits maqbul (dapat diterima) maupun mardud-nya
(tertolak).
Semoga adanya book
review kami susun ini memberi manfaat bagi yang membaca, dan menambah wawasan
bagi Mahasiswa. Mungkin dalam menyusun book review ini masih banyak kekurangannya.
Apabila ada kata yang salah ketik ataupun sebagainya kami sebagai penyusun
minta maaf. Karena, kami masih sama-sama dalam tahap belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar