Selasa, 15 Juli 2014

Takhrij al-Hadits



TUGAS RESUME TAKHRIJ AL-HADITS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata Kuliah Ulumul Hadits

suwarchan_logo uwh.jpg

Dosen Pengampu :
Drs. M. Syakur Sf., M.Ag.
Oleh :
AH. Muhbibuddin       (136014960)
A.2

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2013/2014

A.    PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk  mengetahui  sumber hadist itu berasal. Di samping itu, di dalamnya di temukan banyak kegunaan dan hasil yang di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadist.
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

2.    Pengenalan Buku
-       Judul Buku        : Ulumul Hadits         
-       Penulis               : Drs. H. Muhammad Ahmad, M. Mudzakir, dan Drs. Abd. Maman Djalil.
-       Penerbit             : CV. Pustaka Setia
-       Tahun                 : 2004
-       Halaman yang direview

3.    Rumusan Masalah
       Didalam book review ini akan dibahas meliputi:
a. Apa pengertian takhrij al-hadits ?
b. Faktor apa saja yang menyebabkan adanya  takhrij al-hadits ?
c. Apa metode takhrij al-hadits ?
d. Manfaat ilmu takhrij al-hadits ?
e. Bagaimana sejarah ilmu takhrij al-hadits  ?






B.     PEMBAHASAN

1.    Pengertian Takhrij al-Hadits
Secara harfiah, kata takhrij ((تخريج berasal dari fi’il madli kharraja (خرّج) yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata dasar khuruj (خر و ج) yang berasal dari kata kharaja (خرج) yang berarti keluar.[1] Adapun secara terminologis, takhrij al-hadits (تخريج الحديث) dipahami sebagai cara penunjukan jalan ke tempat letak hadits pada sumber yang orisinil takhrijnya berikut sanadnya, kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila diperlukan.[2]
Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
a.    Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
b.    Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
c.    Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
d.   Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
2.    Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits
Adapun faktor utama yang menyebabkan kegiatan penelitian terhadap hadits (takhrij al-hadits) dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai berikut:
a)    Mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti
Maksudnya adalah untuk mengetahui status dan kualitas hadits dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian, langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adlah mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab taanpa mengetahui asal-usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk diketahui matarantai sanadnya sesuai dengan sumber pengambilannya, sehingga tanpa diketahui secara benar tentang matarantai sanad dan matan, maka seorang peneliti peengalami kesulitan dalam melakukan penelitian secara baik dan cermat. Makanya dari faktor ini, kegiatan penelitian hadits (takhrij) dilakukan.
b)   Mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits bagi hadits yang akan diteliti
Maksudnya adalah mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara satu dengan yang lain, maka diperlukan kegiatan pencarian seorang peneliti terhadap semua periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab boleh jadi salah satu sanad haadits tersebut berkualitas dha’if dan yang lainnya berkualitas shahih.
c)    Mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada mata rantai sanad
Mengingat salah satu sanad hadits yang redaksinya bervariasi itu dimungkinkan ada perawi lain yang sanadnya mendukung pada sanad hadits yang sedang diteliti, maka sanad hadits yang sedang diteliti tersebut mungkin kualitasnya dapat dinaikkan tingkatannya oleh sanad perawi yang mendukungnya.
Dari dukungan tersebut, jika terdapat pada bagian perawi tingkat pertama (yaitu tingkat sahabat) maka dukungan ini dikenal dengan syahid. Jika dukungan itu terdapat pada bagian perawi tingkat kedua atau ketiga (seperti pada tingkatan tabi’I atau tabi’it tabi’in), maka disebut sebagai mutabi’.

3.    Metode Takhrij al-Hadits
Setelah  mengetahui betul faktor-faktor yang menyebabkan penelitian hadits (takhrij al- hadits) di atas, maka langkah awal yang harus dilakukan seorang peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian hadits (takhrij al-hadits) adalah hal-hal sebagai berikut:
a.    Kitab-kitab koleksi atau buku-buku pendukung tentang takhrij
   Telah dapat diketahui bersama bahwa untuk menelusuri hadits sampai pada sumber asalnya itu tidak semudah menelusuri ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya cukup dengn menggunakan sebuah kitab kamus Al-Qur’an, seperti Mu’jam al-Mufahras Li Al-fadhil Qur’an Al-karim (معجم المفهرس لالفاظ القرآن الكريم) karya Muhammad Fuad ‘Abdul Baqiy.
    Akan tetapi untuk menelusuri hadits tidak cukup hanya satu kitab koleksi, tetapi dari berbagai kitab koleksi hadits lainnya. Hal ini terjadi mengingat banyaknya para kolektor yang telah membuat kitab koleksi mereka masing-masing, sehingga menjadi penyebab sulitnya hadits ditelusuri sampai pada sumber asalnya lantaran terhimpun dalam banyak kitab.
    Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadits. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain:
a)    Hidayatul Bari ila Tartibi Ahadisil Bukhari (هدية البارى الى ترتيب احاديث البخارى )
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar Al-misri At-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadits-hadits yang termuat dalam Shahih Al-Bukhari. Lafal-lafal hadits disusun menurut aturan urutan huruf abjad arab. Namun hadits-hadits yang dikemukakan secara berulang dalam Shahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadits riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
b)   Mu’jam Al-Fadzi wala siyyama al-gharibu minha atau fihris litartibi ahadisi sahihi muslim معجم الالفاظ و لا سيّما الغريب منها –او- فهرس لترتيب صحيح مسلم))
Kitab tersebut merupakan salah satu juz yakni juz ke-V dari kitab Shahih Muslim yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz V ini merupakan kamus terhadap juz ke-I – IV yang berisi:
a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadits dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam Shahih Muslim.
c. Daftar awal matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan nomor-nomor hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, bila kebetulan hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.
c)    Miftahus Sahihain ( مفتاح الصّحيحين )
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Musthafa Al-Tauqiah. Kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadits-hadits yang berupa sabda (qauliyah) saja. Hadits-hadits tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadits.
d)   Al-Bugyatu fi tartibi ahadisil hilyah ( البغية فى ترتيب احاديث الحلية )
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-sayyid Muhammad bin Sayyid Al-siddiq Al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim Al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul : Hidayatul auliyai wababaqatul asfiyai.
Sejenis dengan kitab tersebut di atas adalah kitab Miftahut tartibi li ahadisi tarikhil khatib (مفتاح التّرتيب لاحاديث تاريخ الخطيب ) yang disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Sayyid As-Siddiq Al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu bakar bin Ali bin Tsabit bin Ahmad Al-Baghdadi yang dikenal dengan Al-Khatib Al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri atas 4 jilid.
e)    Al-Jamius Sagir ( الجامع الصّغير (
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w.91 h). kitab kamus hadits tersebut memuat hadits-hadits yang terhimpun dan kitab himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuti juga, yakni kitab Jam’ul Jawani (جمع الجوامع  ( hadits yang dimuat dalam kitab Jamius Sugir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
f)    Al- Mujam al-mufahras li alfazil hadits nabawi (المعجم المفرس لالفاظ الحديت النّبوى )
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan ialah Dr. Arnold John Wensinck (w.1939 m.), seorang professor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits berdasarkan petujuk lafal matan hadits. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadits.
b.    Macam-Macam Metode yang Dipakai dalam Takhrij al-Hadits
      Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut :
Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat
      Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :
·      Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·      Al-Ma'aajim (mu'jam-mu'jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
·      Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.
Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits
Cara ini dapat dibantu dengan :
·      Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah 'alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru 'ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi' Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas 'amma Isytahara minal-Ahaadits 'ala Alsinatin-Naas karya Al-'Ajluni.
·      Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami'ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
·      Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa' Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits
      Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu'jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa' Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink (meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadits
      Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu :
·      Shahih Bukhari
·      Shahih Muslim
·      Sunan Abu Dawud
·      Jami' At-Tirmidzi
·      Sunan An-Nasa'i
·      Sunan Ibnu Majah
·      Muwaththa' Malik
·      Musnad Ahmad
·      Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi
·      Sunan Ad-Darimi
·      Musnad Zaid bin 'Ali
·      Sirah Ibnu Hisyam
·      Maghazi Al-Waqidi
·      Thabaqat Ibnu Sa'ad
4.    Manfaat Takhrij al-Hadits
Untuk memperoleh hasil temuan hadits yang dapat dipertanggungjawabkan itulah maka diperlukan sebuah ilmu Takhrij al-Hadits. Takhrij sebagai ilmu perlu diketahui oleh setiap orang yang hendak mendapatkan hadits dengan keadaan dan setatusnya yang jelas. Diantara manfa’at memiliki ilmu ini, menurut Hatim, adalah:
1.    Untuk memiliki kompetensi memilih dan memilah mana hadits shahih dan mana hadits yang tidak shahih;
2.    Untuk mengetahui mana hadits-hadits yang boleh diintisarikan hukum darinya, dan mana yang tidak bisa;
3.    Untuk mengetahui mana hadits-hadits yang boleh diamalkan, dan mana yang tidak boleh diamalkan;
4.    Untuk mengetahui mana hadits yang wajib diyakini isinya karena penting, dan mana yang tidak boleh diyakini karena lemahnya atau kepalsuannya;
5.    Untuk memelihara sunnah dan keberlangsungannya hingga hari kiamat.[3]
5.    Sejarah Takhrij al-Hadits
Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :
ü Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
ü Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
ü Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
ü Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ].
ü Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
ü Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
ü Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.
ü At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
ü Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
ü Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).

PENUTUP
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut :
Ø Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
Ø Manfaat dari takhrij al-hadits diantaranya ialah memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, maupun dlaif-nya, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya dan juga memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan atau tidaknya setelah mengetahui bahwa suatu hadits maqbul (dapat diterima) maupun mardud-nya (tertolak).
Semoga adanya book review kami susun ini memberi manfaat bagi yang membaca, dan menambah wawasan bagi Mahasiswa. Mungkin dalam menyusun book review ini masih banyak kekurangannya. Apabila ada kata yang salah ketik ataupun sebagainya kami sebagai penyusun minta maaf.  Karena, kami masih sama-sama dalam tahap belajar.


[1]Baca kamus al-Munawir, 1995, hal:16.
[2]Mahmud Thahan, Ushul al-Tahkrij wa Dirasah al-Asanid, Libanon Beirut, Dar al-Qur’an al-Karim, 1976, hal: 12.
[3]Ibid., hal:14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar